Karena Mimpi kita berawal dari Sepatah Kata

Karena Mimpi kita berawal dari Sepatah Kata

Kamis, 28 Agustus 2014

AROUND THE WORLD, SIAPA TAKUUT...!



“Merantaulah, kau akan mendapat pengganti kerabat dan teman. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang,”
Terinspirasi dengan petuah Imam Syafi’i diatas sehingga membuat sel-sel neuron sensorik dan motorik di otakku menghasilkan stimulan yang membuat diriku ingin mengelilingi dunia.
            Menapaki tanah tempat kelahiran para nabi, menjadi saksi telah adanya perang salib, perebutan Konstantinopel, menilik keadaan sungai Tigris yang pernah dilalui pasukan Mongol dengan ribuan kitab dan napak tilas pada sisa-sisa peninggalan Islam yang pernah jaya di Cordoba beberapa abad silam.

            Kemudian tiba masanya aku bosan dengan sinetron Indonesia yang ditayangkan setiap malam dan selalu identik dengan cinta-air mata itu. Ketika itu, aku masih duduk di bangku Mts (setingkat SMP) tapi, aku lebih rela memandangi kotak berwarna temuan  John Logie Baird demi movie hingga pukul 11 malam.
            “I feel that  live under rock. Big rock!”         
            Aku tertarik sangat dengan pengetahuan, pendidikan dan teknologi yang disajikan-walau sebagian memang imajinasi- dalam movie. Mulai dari model cerita, properti, sinematografi, latar, bahasa, dan pengetahuannya itu membuatku menjadi the smallest people.
            Dan dari situ juga saya fall in love dengan bahasa Inggris. Menurutku, orang yang bias berbahasa Inggris itu keren. Dulu anggapanku hanya itu. Tapi, nyatanya hal itulah yang menyirami benih kecintaanku pada bahasa Inggris.
            Penakut, tertutup dan pemalu. Itulah aku. Sebelum aku menyadari bahwa ada potensi dan bakat terpendam yang must be improved. Sehingga suatu hari-karena kecewa pada diriku sendiri-aku melayangkan surat janji berbuah ikrar hidup yang sampai saat ini masih kuteliti kebenarannya. ‘Aku bukan siapa-siapa tapi akan aku tunjukkan siapa diriku sebenarnya’
            Pada tahap selanjutnya, ‘ketidaktahuan’ku memaksa untuk menggali lebih dalam dan dalam padahal yang membuat hidupku bermakna. Dia bernama pengetahuan. Syair Imam Syafi’i kembali berputar-putar. Merantaulah! Merantaulah!
            Dukungan orang tua untuk masuk perguruan tinggi rupanya ‘menjembatani’ keinginanku untuk around the world. Maka, saya manfaatkanlah kesempatan itu dengan mendaftar kampus jauh, jurusan Internasional dan pastinya mendapat beasiswa (waktu itu bidik misi).
            Maka lengkaplah struktur imajinasi yang memenuhi ruang antar sel rongga dadaku. Sebenarnya aku tahu betul mengingat latar belakang finansial, edukasional dan sosial yang tidak  relevan dengan serat semangat itu. Pernah juga, keinginan untuk mendaftar di Al-Azhar Cairo, Mesir yang oleh sekolah saya difasilitasi agar bias kesana.
            Kemudian tampaknya aku harus berpuas diri dengan sekat ketidak-tahuan, ketakutan dan ketidak-percayadirian. Apalagi mendengar respon beberapa anggota keluarga besarku yang memandang sebelah mata pada sisi financial kuliah di luar negeri.
            Cukup! Itu cukup membuatku setengah putus asa. Ditambah kabar tidak diterimanya aku di kampus jauh, jurusan Internasional dan bidik misi dambaanku. Yang menghabiskan beberapa mili semangat yang kupunya adalah kesalahan menempatkan pilihan (yang seharusnya aku menempatkan kampus itu di pilihan pertama). Karena setelah aku mengadakan penelitian besar-besaran, ternyata  (di sekolahku) setiap anak yang menjatuhkan pilihan pertama, prodi pertama di kampus itu pasti diterima. It’s not simply hurt!
            But, I think ada benarnya juga kata Titiek Sandhora & Muchsin Alatas itu. “Dunia belum kiamat”. Ketika mendung merayapi taman langit dan ikut berduka pada terputusnya suratan takdir,            ketika itulah jagat raya tersiram bintik implikasi harapan. Mentari menyungging senyum, mengulurkan tangan untuk nasibku yang diambang kegamangan.
            Aku mengenalnya dengan sebutan “Program Khusus Kelas Internasional” di STAIN Salatiga. Untuk bias lolos seleksi ini, harus melewati dua macam tes yang masih terbagi dalam beberapa divisi.
            Ternyata Allah mendengarku. Aku diberi kesempatan untuk belajar di bawah naungan brand ungulan ini. Namun, ternyata lagi Allah mengujiku. Mulai dari respon negative dari berbagai warga kampus tentang program yang dianak-emaskan ini, overdoses sks yang membuatku harus menghabiskan sepanjang waktu hanya di kelas dan di kamar, tuntutan semua dosen untuk perfect disetiap makul, prepare banget yang namanya English-Arabic dan tetek bengeknya, serta siluet financial ketika PPL di luar negeri nanti.
            Actually, Iam happy. Ini mimpiku banget! Dan bisik-bisik around the world mulai meninggalkan jalur fiksi. Tapi mengingat aku (lagi-lagi) tidak diterima beasiswa bidik misi membuat (sekali lagi) masalah f-i-n-a-n-s-i-a-l menjelma jadi malaikat Izroil yang mengincar stok nyawaku. And Allah save my destiny once more. Diprioritaskanlah beasiswa DIPA yang meskipun nominalnya jauh dari beasiswa bidik misi.
            Lalu, pijakan tangga mimpiku berikutnya adalah... kuharap ketika PPL di LN nanti bukanlah the last oportunity that I can reach to around the world. Sekolahku yang memang didesain untuk go International semakin menyemangati tulang mimpiku. Although,bukan hanya banyak. Tapi, lebih dari banyaak sekali problem yang mencoba menjatuhkan the one of my big dream.
            Seperti baru-baru ini, ada teori yang dilontarkan teman saya bahwa in the other hand, there is better education. Pendidikanrumah! Yang menandingi sepak terjang pendidikan barat.  Ya, memang! Pendidikan barat itu memang the best.Tapi bagaikan sayur sop tanpa garam. Hambar,sangat! Seakan-akan diriku dengan mudah tergerus arus westernisasi. Ada juga slentingan nakal bahwa kodratku sebagai kaum hawa akan terlihat begitu sangar jika sampai S2 nanti belum bersuami. The shadow of old virgin langsung membahana.
            Kemudian the best solution  yang aku suguhkan pada dua argument tersebutku jawab dengan mengutip ungkapan ‘Al-Muhafazhah ‘Ala Al-Qadim Ash-Shalih Wa Al-Akhdzu bi Al-Jadid Al-Ashlah ( menjaga suatu hal klasik yang shalih, seraya mengadopsi hal-hal baru yang lebih shalih)’. Lagian ini juga bumi Allah, bukankah Dia juga sudah berfirman dalam surat Nuh yang berbunyi : Wa Allahu Ja’alalakumul Ardha Bisaathaa(19) Litaslukuu Minha Subulaan Fijajaa(20). Artinya: Dan Allah menjadikan bumi bagimu sebagai hamparan (19). Supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu(20). Dalam arti kata lain, kita sudah dibebaskan untuk landing ke Negara mana saja dalam uthlubul’ilmu.
            And I more believe that He was prepare seorang jodoh yang melebihi baik-spesial untukku. This is the best ways I choose dan bahagianya lagi orang tua mendukung. Praise to Allah that give me all I need.Around the world,siapa takuut...!
           

Ada yang punya kisah serupa ? atau juga ingin men-share daun-daun mimpi kalian ? mari bergabung bersama blog kontes  http://www.kontesmimpiproperti.com/ Tidak cuma berbagi, tapi mencoba merealisasikan apa eksistensi MIMPI yang sesungguhnya.