Karena Mimpi kita berawal dari Sepatah Kata

Karena Mimpi kita berawal dari Sepatah Kata

Selasa, 24 Juni 2014

KITAB KUNING OH KITAB KUNING


Petentang-petenteng di depan laptop, handphone di kanan, android di kiri, tugas di bully.
                Keadaan !
Memang, menjadi mahasiswa yang sok ‘busier’ dan sok ‘thinker’ memang menyenangkan. Apalagi bisa keluar dari kemelut lingkup pondok pesantren yang ‘katanya’ primitive. Harus ta’zim sama kiai, penuh sesak dengan aturan dan.. terkucilkan.
“Oh,God… am I live under rock ?”
Not only that, beberapa penyakit yang katanya ‘bukan anak pondok kalau belum langganan’ memenuhi jiwa-jiwa yang terkapar dibalik jeruji suci. Belum lagii, berjilid-jilid kitab yang dipenuhi ma’na jawa dan sebegitu identic dengan Nahwu binti Shorof.  Bored, doesn't it?
And this one, ketika ‘fashlun utawi fasal suwiji..’ mulai berkumandang, mata sayu dengan segera mengikuti ritme nada yang meninabobokan sejuta umat. Alhasil, mengukir pulau di atas kitab kuning itu lebih menjadi priority. Na’udzubillah min dzaalik, geh mbak geh ?!
Nanging, tapi, lakin, but, that is incredible moment, right ?
Siraman kata-kata yang sejuk, petuah-petuah yang bijaksana, pengetahuan yang masyaallah kayanya dan.. kesederhanaan yang unik pada kepribadian kitab kuning itu sendiri. Meski akhirnya bandongan dan sorogan dalam system mimpi, tapi itulah ! serunya berhaha-hihi tanpa harus ingat status santri.
PONDOK PESANTREN-KITAB KUNING-PAK YAI
                Syauqiy ilaikum jami’aa. (meski sejatinya saya tidak pernah nyantren, itu bukan berarti saya men-delete kenangan ngaji ala pondok pesantren beberapa tahun silam)
                8 dari 10 alumni pesantren mengaku ‘kangen’ dan ingin mengulas kembali ma’na-ma’na kitab kuning yang tersirat maupun tersurat. Namun, sarana prasarana rupanya telah membatasi ruang gerak mereka. Pondok pesantren,lagi ? it’s the best choice.
                Sekarang dunia kita sudah berbeda ! ‘yellow book’ telah tergeserkan oleh the greatest ‘facebook’. Kerudung sederhana menjuntai telah tergantikan hijab-hijab alay. Sarung yang seragam telah termodifikasi menjadi jeans, pensil, dan bolpoint kalau perlu. Hilangkah ? baiat dan janji yang telah kita ucapkan ? kenangan manis yang mengantri di ujung jalan ?
“Hari gini ? masih pake sarung sama kerudung katrok ? ihh, nggak anak kuliahan banget”
Absolutely, kita tidak harus fanatic dan sok-sok mengkritik (terutama saya) tentang  style dan pemikiran alumni ponpes yang berubah.  is appropriate to the circumstances ! yang ingin saya tegaskan adalah jiwa-jiwa pesantren yang menghilang. That’s a part of our live.
Apalagi dengan digembar-gemborkannya kurikulum 2013 yang memberi perhatian khusus pada perilaku peserta didik atau yang lebih simple, bisa disebut moral. Dan sudah dapat dipastikan bahwa moral/akhlaq terbaik adalah akhlaq pesantren.
So ? siap merubah dunia dengan akhlaq pesantren ?

              

Minggu, 22 Juni 2014

CAUTION: ALIRAN FACEBOOKIYAH ?







Jika kita dihadapkan pada aliran Maturidiyah, Jabariyah dsb maka akan muncul gelembung-gelembung kecil diatas alam bawah sadar kita yang bertuliskan “Sejarah Kebudayaan Islam”. Namun, apa yang terjadi ketika dihadapkan pada aliran facebookiyah ?
‘aku sakiit’
‘lagi demam nich’
‘badanku meriang,butuh kamu..’
Mari kita pakai logika anak kecil saja, kalau kita sakit ya periksa ke dokter. Eh,ini malah nulis status. Sebenarnya mereka (dalam tanda kutip, para remaja) mempunyai bakat menulis yang terpendam. Namun, media yang digunakan belum tepat sasaran. Dan-dalam hal ini-berujung pada ketidakefisienan waktu.
Disadari atau tidak, ketergantungan pada situs jejaring sosial tidak dapat dipungkiri lagi. Terutama dengan situs yang dirilis pada februari 2004 ini. Mereka jadi lebih suka membuka facebook daripada web penting lainnya. Ketika di kelas, di kamar dan dimanapun. Seakan-akan facebook adalah primary dishes yang wajib disantap setiap detik. Bayangkan, ternyata situs yang ditemukan Mark Zuckerberg ini bisa mendapatkan jumlah pengunjung yang mencapai 836,7 juta/bulan. Pantas saja situs ini dinobatkan menjadi situs no. 1 yang paling populer. Dan penemu situs ini diperkirakan memiliki kekayaan mencapai USD 9,4 miliar. Wow!
Lalu, apa yang kita dapatkan dari facebook ? informasi, bisa jadi. Komunikasi,pasti. Tapi jangan lupa pada poin-poin penting yang wajib diperhatikan. Apa saja ? check it out:
1.       Manajemen waktu yang buruk
Sebagai mahasiswa yang katanya “agent of change” harus bisa memanajemen waktunya sendiri. Tapi, tidak jarang dari kita yang belum bisa ‘memanage’ waktu dengan baik. Let’s think about it !
2.       Over communication
Adalah hal yang sangat menyenangkan ketika kita bisa berkomunikasi dengan teman ataupun saudara nun jauh di ujung cakrawala dunia. Tapi, kalau tiba-tiba ada seseorang yang tidak kita kenal iseng-iseng dan sok kenal sok dekat dengan kita ? akibat yang dirasakan biasanya dalam jangka panjang, over communication yang berujung pada poin nomer 1. Agree ?
3.       Salah tempat
Kenapa saya bisa bilang seperti itu ? guess what!
Yupz, tentunya banyak dari aliran facebookiyah (pengguna facebook_red) yang setiap ada kejadian dikit langsung nge-wall, entah itu update status, upload foto maupun sekedar komentar satu dengan yang lain.
Untuk menjadi sebuah berita hanya butuh unsur 5W 1H kok ! dan tanpa lengkapnya unsur itu juga fine-fine aja, nggak dosa. Selama kita punya topik dan titik-titik yang mengantarkan pada sebuah maksud dan tujuan.
Nggak harus berita juga,guys! Diary sekalipun sah-sah aja. Namun, dari kita cenderung ‘salah kaprah’. Membiarkan tulisan emas kita tercecer sembarangan di ‘beranda’. Another way,Kita bisa membuat blog, posting apapun dan seenggaknya itu terlihat sedikit lebih ‘terhormat’. Dan juga kalau kita pintar mengolahnya, maka jadilah lahan uang yang mengalir ke dalam kocek kita berkat adanya iklan dan tetek bengek lainnya. Seperti penghasilan penemu facebook diatas.
Eits, belom selesai,guys!
Rasanya nggak fear kalau saya cuma menguak ‘sisi hitam’nya saja. Yupz, zaman sekarang banyak facebook yang dimodifikasi dan menjadi lebih ‘berkualitas’. Banyak ‘siraman pengetahuan’ yang bebas diakses kapan dan dimana saja.
Tapi tetap saja, kita harus memfilter informasi yang beredar luas itu. Tidak sedikit dari penulis-penulis ghoib yang berusaha memprovokasi keyakinan kita. Eits, ini bukannya su’udzon,lho ! tapi lebih pada caution.

Yang terpenting bagaimana cara kita menangkap dan mengkreasikan esensi internal dan eksternal kita. Bagaimana, tertarik ? let’s try it..