Kakiku mengendap-endap, tanganku meraba pada
gembok yang bergelantungan dibalik gerbang Ma’had putri yang agak usang. Ini bukan
pertama kalinya aku terlambat pulang, tapi rasa rikuh tetap mendera.
Pengait yang bercokol
di kaki gerbang kuangkat pelan-pelan. Srekkkk, gerbang itu berteriak memanggil
santri ma’had agar memergokiku.
“Baru pulang,mbak?”Ujar
Ifa yang kerap dipanggil dengan sebutan mami itu.
Aku bukannya sok
terkenal, tapi kebetulan saja menempati jabatan sekretaris yang berhubungan
langsung dengan data-data mereka.
“He.em,”Jawabku, sok
manis tapi wagu abis.
Kulepas sepatu
balet-karet yang hampir setiap hari menyusuri sudut kampus,menjinjingnya lalu
menempatkannya pada save area.
“Assalamu’alaikum..,”
Keempat temanku sedang
beradu argumen, sambil tertawa-tawa tepatnya. Sekilas ini membuatku iri. Kesemuanya
menduduki spring bed yang tampak nyaman sambil memegang materi untuk UTS besok.
“Kae to, nggak pake
salam,”Celetuk Azizah, yang sedari tadi meng-sms-i aku. Pertanda ia khawatir
kepadaku, menurutku sih.
“Kalian sih yang nggak
denger,”
Aku melepas kaos kaki
coklat yang jadi bahan bully-an teman-temanku tadi siang. Mengambil piring,
nasi dan sambel terong secara berurutan. Waktunya buka puasa, padahal jam
dinding di atas dua jendela kamar kami menunjukkan angka setengah sembilan
(malam).
“Tau nggak, aku tuh
khawatir sama kamu... rapat kok nggak pulang-pulang. Bla-bla-bla,”Sedikit
ceramah yang dilontarkan teman-temanku di tengah nikmatnya sambel terong dengan
kerupuk.
Rapat? Aku jadi
teringat rapat perekrutan anggota baru LPM DinamikA yang dimulai sekitar jam
14.10 tadi. Awalnya, rapat yang juga dihadiri beberapa pengurus itu berlangsung
panas. Namun, kukira itu juga bagian dari perangsang agar suasana jadi kondusif
dan kritis.
Rapat yang saking
lamanya dan sampai break dua kali itu membuatku malas untuk menceritakan prosesnya.
Yang jelas lobi sana lobi sini pasti terjadi. Sekecil apapun sebuah keputusan
benar-benar diperhitungkan. Aku agak bersyukur, ikut perekrutan tahun kemarin. Tentunya
tahun ini harus lebih ‘berjuang’ untuk bisa jadi crew magang.
“Dan proses seleksi
yang selektif ini juga memberikan makna tersirat agar PANITIA (ditulis dengan
huruf balok) lebih kritis dan lebih progresif,”Teriak ketua panitia yang kerap
dipanggil Uceng itu.
Besok masih UTS, dan
seharusnya aku belajar. Maafkan aku Mak, Pak.. aku hanya tak suka belajar. Toh yang
terpenting aku bisa menggarap soal-soal UTS itu meski dengan headline ‘mengarang
indah’.
Terduduk di tengah pintu, membuatku menangkap
sinyal wifi Ma’had yang sedang lancar, sambil melihat ujung langit Salatiga yang
masih merona dan mengintip ceramahnya Oom Mario dengan subtitle ‘apakah jodohku
sedang mencintai orang lain?’. Ah,sudahlah. Tampaknya aku harus pindah posisi. Lebih
baik aku menyapa hermeneutika, oksidentalisme, pragmatisme, atau isme-isme yang
lain dan pasti membingungkan itu.
Keinginanku hari ini,
semangat untuk tidak sekadar ‘berproses’. Aku ingin naik tingkat, lebih
menekuni dunia kejurnalistikan dan keorganisasian. Malu juga jika ditanyai
tentang cara buat artikel ga bisa jawab.
Wifi Ma’had sedang
lancar, langit Salatiga masih merona, dan saatnya mencetak bukti nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar