Semester empat, bagi mahasiswa TBI (Tadris Bahasa Inggris) adalah semester
yang penuh tantangan. Kita dihadapkan pada sesuatu yang mau-tidak mau,
siap-tidak siap harus, kudu, muthlaq, kita laksanakan. Mulai dari mata
kuliah al-Qur'an yang harus setoran tiap senin, mata kuliah writing yang
juga membuat tugas setiap selasa, bertemu dengan Javanese culture
beserta dosen jawi yang begitu gematinya di hari rabu, kelas interpreting
yang harus praktek oral translate pada hari kamis, speech dalam
makul public speaking dengan tema yang berbeda tiap kamis, dan bermuwajjahah
dengan TOEFL setiap hari jum'at. Hhhh, what a tired week, right?
Tapi, "Jangan sampai kuliahmu mengganggu pendidikanmu".
Rupanya kata 'sentilan' yang tertulis bebas di dinding kantor LPM DinamikA itu
menampar kesadaranku. Wuushhh! alhasil, tidak ada yang bisa kita lakukan selain
berbahagia dengan rutinitas tersebut.
Kali ini, saya mau cerita tentang "Nano-nano (slogannya yang
terkenal dengan 'rame rasanya') " dari interpreting class. Ini
bukan masalah makul tersebut yang lebih "Rame rasanya" tapi sekedar share
apa yang telah terjadi di interpreting class pagi tadi beserta amazing feel nya.
Sekedar introduction, interpreting class itu
mengajarkan tentang how to interpret the things (bagaimana menafsirkan
sesuatu), dalam hal ini tentu bahasa inggris ya. Jadi, mata kuliah (yang diampu
oleh Bpk. Faizal Risdianto yang kelihatan selalu 'bahagia' itu) membagi kita
menjadi 4 kelompok. (Sekilas info nih, karena kita masuk dalam kelas khusus maka kebetulan
sekelas kita hanya ada 8 orang). Dan itu berarti, setiap kelompok terdiri dari
2 orang saja. Tiap orang mempunyai dua tugas, yaitu menyampaikan speech
(pidato) dalam bahasa inggris dan interpret (tafsiran) pidato temannya.
Jadi, pada pagi yang cerah tapi mendung-mendung gimanaa gitu, saya
dan seorang teman saya mendapat giliran maju. berhubung status kita badal
(mengganti) teman yang seharusnya maju minggu ini, maka prepare pun
hanya seadanya saja (Haa, alibi ding!)
Setelah latihan sekali (karena malamnya ada rapat mendadak dengan
direktur ma'had dan paginya konsentrasi menghafalkan teks saya sendiri),
akhirnya berangkatlah kita dengan rasa pede yang setinggi-tingginya.
"First, thank's to Allah has given us mercies and
blessings so we can attend at this moment without any problems and
obstacles"
Teman yang ada di sisi kiriku menerjemahkan. Tentunya, sampai di introduction
masih belum ada masalah.
"As the student of university, our intelligent must be better
than other people...."
Ada satu catatan yang perlu diingat dimana saat kita
menyampaikan speech kemudian langsung diterjemahkan per kalimat oleh
orang lain itu rasanya kaya capek-capek naik gunung muria eh nyampe
puncak nya langsung terjun bebas gara-gara ditinggal rombongan.
Belum lagi, saat macet melanda arus
lalu lintas otak kita. Itu terkesan kejam pada memori ingatan. Sementara orang
lain menunggu perkataan kita untuk diterjemahkan, sementara itu lisan menunggu
sinyal-sinyal file hafalan.
“I have some
problems when I reading book without nice picture,”ujar salah satu
temanku dalam sesi pertanyaan.
Intinya,
dia Tanya gimana caranya agar bisa membiasakan membaca buku sementara kalo liat
buku yang kurang menarik aja langsung tidur. Grggr, kamu yang punya
masalah tapi aku yang suruh nyelesain? Aarght, ahah, just kidding, man!
:D
Nah itu nilai plus-nya, saudara..
dengan begitu kita berlatih berpikir cepat, mencari kata bahasa inggris yang
cocok dengan ‘kekarepan’ kita dan ‘memaksa’ agar Si Penanya paham dengan
jawaban bahasa inggris versi Indonesia kita. Aha! Nggak ding.
Dalam praktek itu, tentunya kita
mendapat banyak pengetahuan karena dari masing-masing presenter
membahas hal-hal yang berbeda. Juga, kita lebih tahu bagaimana cara
menerjemahkan yang (mendekati) baik dan benar. Tidak jarang juga, kita keasyikan
mendiskusikan hal-hal tersebut sehingga lupa jika tujuan utamanya adalah interpreting. Apalagi berkat 'bimbingan' dan beberapa tambahan khusus dari beliau yang terhormat dan selalu menghormati mahasiswa yang membuat kita lebih 'ngeh' dengan kelas ini.
Asik, Kan? Sekali dayung lima puluh
pulau terlampaui. Nah itu dia “Nano-nano” dari interpreting class.
Asam, saat kita mempersiapkan bahan
presentasi sampai mulut ini harus mengeluarkan berbusa-busa kata yang tentu
saja takut jika banyak tenses yang salah.
Asin, saat kita menjawab pertanyaan
teman-teman yang entah itu beneran tanya atau beneran ngerjain.
Manis, saat kita sampai pada titik
dimana ‘pewe’ dengan apa yang kita sampaikan (baik sebagai presenter atau interpreter)
dan lega setidaknya masa-masa kritis itu telah berakhir.
Itu baru kelas interpreting,
kalau kelas yang lain? Just wait and see ya next time.