Petentang-petenteng di depan laptop, handphone
di kanan, android di kiri, tugas di bully.
Keadaan
!
Memang, menjadi mahasiswa yang sok ‘busier’
dan sok ‘thinker’ memang menyenangkan. Apalagi bisa keluar dari kemelut lingkup
pondok pesantren yang ‘katanya’ primitive. Harus ta’zim sama kiai, penuh sesak
dengan aturan dan.. terkucilkan.
“Oh,God… am I live under rock ?”
Not only that, beberapa penyakit
yang katanya ‘bukan anak pondok kalau belum langganan’ memenuhi jiwa-jiwa yang
terkapar dibalik jeruji suci. Belum lagii, berjilid-jilid kitab yang dipenuhi
ma’na jawa dan sebegitu identic dengan Nahwu binti Shorof. Bored, doesn't it?
And this one, ketika ‘fashlun utawi
fasal suwiji..’ mulai berkumandang, mata sayu dengan segera mengikuti ritme
nada yang meninabobokan sejuta umat. Alhasil, mengukir pulau di atas kitab
kuning itu lebih menjadi priority. Na’udzubillah min dzaalik, geh mbak geh ?!
Nanging, tapi, lakin, but, that is
incredible moment, right ?
Siraman kata-kata yang sejuk,
petuah-petuah yang bijaksana, pengetahuan yang masyaallah kayanya dan..
kesederhanaan yang unik pada kepribadian kitab kuning itu sendiri. Meski akhirnya
bandongan dan sorogan dalam system mimpi, tapi itulah ! serunya berhaha-hihi
tanpa harus ingat status santri.
PONDOK PESANTREN-KITAB KUNING-PAK
YAI
Syauqiy
ilaikum jami’aa. (meski sejatinya saya tidak pernah nyantren, itu bukan berarti
saya men-delete kenangan ngaji ala pondok pesantren beberapa tahun silam)
8
dari 10 alumni pesantren mengaku ‘kangen’ dan ingin mengulas kembali ma’na-ma’na
kitab kuning yang tersirat maupun tersurat. Namun, sarana prasarana rupanya
telah membatasi ruang gerak mereka. Pondok pesantren,lagi ? it’s the best
choice.
Sekarang
dunia kita sudah berbeda ! ‘yellow book’ telah tergeserkan oleh the greatest ‘facebook’.
Kerudung sederhana menjuntai telah tergantikan hijab-hijab alay. Sarung yang
seragam telah termodifikasi menjadi jeans, pensil, dan bolpoint kalau perlu. Hilangkah
? baiat dan janji yang telah kita ucapkan ? kenangan manis yang mengantri di
ujung jalan ?
“Hari gini ? masih pake sarung sama
kerudung katrok ? ihh, nggak anak kuliahan banget”
Absolutely, kita tidak harus fanatic
dan sok-sok mengkritik (terutama saya) tentang style dan pemikiran alumni ponpes yang
berubah. is appropriate to the
circumstances ! yang ingin saya tegaskan adalah jiwa-jiwa pesantren yang
menghilang. That’s a part of our live.
Apalagi dengan digembar-gemborkannya
kurikulum 2013 yang memberi perhatian khusus pada perilaku peserta didik atau
yang lebih simple, bisa disebut moral. Dan sudah dapat dipastikan bahwa moral/akhlaq
terbaik adalah akhlaq pesantren.
So ? siap merubah dunia dengan akhlaq
pesantren ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar