BELAJAR DARI DESA
WISATA
Minggu, 13 April 2014 pukul
08.15 awal dari perjalanan liputan pertama kami. Kami berangkat dari jalan
tembus menuju Desa Tingkir, Salatiga. Dalam perjalanan kami sempat tanya kepada
beberapa orang dan ternyata lokasi yang kami tuju sudah terlewat beberapa
kilometer. Dengan wajah penuh harapan, kami kembali menyusuri jalanan itu dan
senyum mulai tersembul saat beberapa umbul-umbul berdiri gagah menyambut kami.
Setelah Supra X 125
yang kami tumpangi terparkir rapi, kami langsung meluncur menuju kantor kepala
desa yang telah disulap bak pasar kaget. Di halaman depan, ada beberapa stand
bazaar yang menyediakan berbagai produksi hasil masyarakat setempat.
Di ujung dekat pintu
gerbang, kami disambut dengan aneka macam bahan konveksi. Mulai dari bantal
hias berbentuk mawar merekah, sprei, selimut maupun berbagai model baju.
Sebelahnya, berbagai macam kerajinan terjajar rapi menggelitik tangan kami.
Kami semakin terbelalak ketika melihat aneka kuliner yang menggoda keimanan.
Di Jateng sendiri ada
16 kabupaten kota kegiatan serupa, salah satunya di kota Salatiga. Sama seperti
kegiatan lain, ada dua jenis kegiatan yaitu aksi Sapta Pesona. Dan pada hari
Senin, 14 April 2014 tepatnya di hotel bringin diadakan bimbingan teknik
(Bintek) bagi pelaku usaha pariwisata. Di salatiga sendiri di fokuskan ke
tingkir lor karena dari dinas
Kebudayaan pariwisata Ingin
menunjukkan bahwa salatiga mempunyai potensi dalam produk daerah.
Selang beberapa detik,
keluarlah rombongan yang memakai kaos ungu-putih dengan selendang ungu yang
menjuntai mengalungi leher kekarnya.
“Pak, beliau itu siapa
? “ tanyaku pada bapak bertopi yang kebetulan di dekat kami dan baru kami tahu
kalau itu Pak Suroto, pendamping Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dan ! ternyata, acara
yang berjudul ‘Aksi Sapta Pesona dalam rangka Peningkatan Kapasitas Masyarakat
di Destinasi Pariwisata Klaster IV Jateng’ ini dihadiri oleh beliau-beliau
pejabat Kementrian provinsi.
Sapta Pesona sendiri
ada tujuh unsur, yakni : Aman, tertib, bersih, sejuk,indah, ramah tamah, dan
kenangan. Dalam kegiatan ini lebih menekankan poin ketiga dan keempat,yakni
bersih dan sejuk. Terbukti dengan Kegiatan konkretnya yaitu bersih2 dan menanam
pohon.Jenis pohon yang ditanam disepanjang jalan didominasi oleh Dewandaru dan
Gaharu. Bukan hanya pohon saja, kementrian juga menumbang alat-alat kebersihan
dan kostum.
Pak Ir.Totok
Riyanto,M.M sebagai Abid kepala bidang pengembangan destimasi pariwisata
Dinbudpar Jateng yang memakai topi putih dengan senyum sumringahnya. Dan di
sebelahnya, Bpk.Drs.Bakri,M.M mantan dirjen destimasi pariwisata. Beliau
mencicipi makanan khas Salatiga yang diproduksi oleh masyarakat setempat. Tidak
puas dengan makanan praktis yang ada di stand, mereka mengunjungi tempat
produksi yang tidak jauh dari stand tersebut.
“Sapta Pesona itu bukan
hanya dalam pariwisata lho. Sebenarnya dalam kehidupan kalau diterapkan Sapta
Pesona itu bagus sekali. Dan ‘aman’ dalam Sapta Pesona itu nomor satu. Sebab
pariwisata itu ada beberapa rangkai. Kalau makanannya enak, hotelnya bagus,
objek wisata dan produknya menarik tapi tidak aman, ya sama saja”ungkap Pak
Totok santai.
Hal yang tak kalah
penting dalam wisata adalah aktifitas, kalau wisatawan dapat ikut beraktifitas
maka lebih mengena dan meninggalkan kenangan. Seperti unsur Sapta Pesona yang
ketujuh, yakni kenangan.
Sebenarnya dari duta
wisata punya rencana induk yang dibagi ke dalam 6 DTW (daerah tujuan wisata)
provinsi. yaitu : Karimunjawa-Semarang, Borobudur-Dieng,Sangiran-Solo,
Nusakambangan-Baturaden, Pekalongan-Tegal, dan Blora-Rembang.Masing-masing dari
pembagian tersebut ternyata mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Misalnya
untuk Tegal-Pekalongan pada Pantai, Nusakambangan-Baturaden pada alamnya, dan
Borobudur-Dieng pada peninggalan sejarahnya.
Dalam kegiatan ini ada beberapa tokoh penting yang hadir.
Seperti, Bpk.Drs.Bakri,M.M mantan Dirjen
Destimasi Pariwisata; Duta wisata Mas
& Mbak kota Salatiga; Bpk.Selso dari Dinas Perhubungan
,komunikasi,kebudayaan dan pariwisata selaku kepala seksi Pariwisata Kota
Salatiga juga menghadiri acara tersebut.
Perbincangan santai antara para pengusahapun memakan
waktu berjam-jam. Tanpa kami sadari jarum pendek sudah hampir menyentuh angka
12. Ketika kami kembali di lokasi ceremonial tadi pagi yang berakhir pukul
09.15, kami mendapati Bapak Sumadi, lurah desa setempat sedang bersantai di
depan lokasi.
“Assalamu’alaikum,bapak. Kami dari STAIN Salatiga ingin
mewawancari bapak sebentar”
Begitulah, nada itulah yang selalu kami dengungkan ketika
memulai perbincangan. Mindset bahwa terkadang masyarakat tidak mau diwawancarai
tidak diterapkan disini. Pasalnya, setiap orangyang kami wawancarai justru
dengan senang hati memberi kami informasi. Dan senyuman, tentunya.
“Kegiatan ini melibatkan seluruh warga yang berjumlah
kurang lebih 4000 jiwa dan beberapa organisasi. Diantaranya POKDARWIS (Kelompok
Sadar Wisata)”
Kebetulan kelompok tersebut telah maju ke tingkat
provinsi dan lomba di Bali beberapa waktu lalu. Yang belakangan ini baru kami
ketahui ternyata salah satu anggota kelompok tersebut adalah Mahasiswa STAIN
Salatiga.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran akan budaya,
ekonomi dan pariwisata tidak hanya
melulu menjadi bahan orang dewasa. Bisa dari Mahasiswa atau pelajar sekalipun.
Tidak memandang pada usia, gender dan
pangkat. Semua orang berhak berkreasi dan mengapresiasikan potensinya. Justru
kita sebagai generasi muda tidak boleh kalah dengan yang tua.
Matahari hampir tersapu angin lalu. Begitu juga dengan
energi kami. Akhirnya kami pulang dengan membawa sebuah pengalaman besar.
Pengalaman yang tak hanya berhenti dalam tulisan. Tapi, selalu mengalir dalam
kehidupan.(Za)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar